KAMPAR, SERUJI.CO.ID – Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti menitipkan pesan bagi masyarakat, saat hadir dalam acara “Parenting Akbar dan Makan Ikan bersama Menteri Susi” di pondok pesantren Al Ihsan Boarding School, Kubang Jaya, Kampar, Rabu (3/10).
Menteri Susi berpesan agar masyarakat terus mengawal peraturan presiden nomor 44 tahun 2016, setelah jabatannya pada berakhir pada Oktober 2019 nanti.
“Karena jabatan saya selesai pada 24 Oktober 2019, maka saya titip pesan ke masyarakat harus mengawasi, jangan sampai Perpres 44 ini diganti. Kalau diganti, asing boleh tangkap ikan lagi di Indonesia. Masa tangkap ikan saja suruh orang dari luar negeri, kita tidak bisa ya kelewatan,” pesan Menteri Susi.
Diketahui, Perpres nomor 44 tersebut mengatur tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau Daftar Negatif Investasi (DNI).
Bidang usaha yang tertutup sepenuhnya bagi asing adalah perikanan tangkap.
Ini menjadi landasan hukum agar nelayan di Indonesia bisa memaksimalkan potensi sumber daya, selain diwajibkan menjaga ekosistem laut. Di antaranya tidak menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan.
“Pemerintah sudah memutuskan asing tidak boleh tangkap ikan lagi di wilayah kita. Baik modalnya, kapalnya maupun orangnya melalui peraturan presiden nomor 44,” paparnya.
“Jadi, masyarakat harus mengawasi supaya Perpres nomor 44 ini tidak hilang karena akan banyak mafia yang ingin mengubah dan merevisi kebijakan tersebut,” imbuhnya.
Ia juga berpesan pada Pemerintah Provinsi Riau untuk menjaga wilayah, termasuk laut, demi generasi di masa depan.
“Pak Gubernur apa yang bisa saya bantu datanglah ke Kementerian, berbicaralah dengan Dirjen-Dirjen. Namun, saya punya pesan. Jagalah wilayah bapak, sumber daya alam nya untuk terus ada dan banyak. Untuk anak cucu, cicit kita. Bangsa Indonesia bukan untuk 10 tahun ke depan, laut adalah masa depan bangsa. Itulah yang saya lihat kita masih punya,” katanya.
Susi mengatakan, hasil laut Indonesia banyak dicuri. Pihak asing yang mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam yang seharusnya bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia.
“Sejak 20 tahun terakhir laut Indonesia, yaitu tahun 90-an hingga 2000 banyak didatangi kapal-kapal luar negeri,” ungkapnya.
Misalnya kapal dari negeri Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina yang mengambil ikan-ikan yang ada di laut Indonesia.
Sehingga tanpa terasa pada tahun 2000-an banyak perusahaan-perusahaan berhenti karena sudah tidak ada ikan. Bahkan jumlah nelayan dari hasil survei tahun 2003-2013 hanya tinggal 46 persen.
“Kita rasakan sekali di Pulau Jawa, banyak orang jadi tukang becak, merantau ke kota, jadi pemulung sampah dan lain pekerjaan yang bukan pekerjaan aslinya sebagai nelayan. Karena apa? karena ikannya habis,” ujarnya.
Menurutnya, nelayan sendiri tidaklah tahu dengan kondisi sebenarnya yang terjadi kenapa ikan-ikan di lautan mulai habis.
“Saat saya jadi menteri barulah saya tahu bahwa tahun 2001 pemerintah memberikan izin kepada kapal asing untuk mengganti bendera menjadi bendera Indonesia dan menangkap ikan di wilayah kita. Namun, karena mereka niatnya mau merampok dan mencuri, izinnya satu eh kapalnya ada 10,” katanya.
Untuk itu, maka di bawah pimpinannya ia menerapkan salah satu pasal untuk menenggelamkan kapal-kapal ilegal yang mencuri ikan-ikan di laut Indonesia. (SR01)
Acara ini juga diisi ceramah ulama kondang, Ustaz Abdul Somad.