BATAM, SERUJI.CO.ID – Dinas Kesehatan Provinsi Kepri berharap pelaksanaan imunisasi MR (Measles dan Rubella) di Kepri dapat didukung semua pihak, termasuk MUI untuk sosialisasi, karena capaiannya masih rendah dari target yang dicanangkan.
“Saat ini realisasi pelaksanaan imunisasi baru 44 persen di Kepri dari target 95 persen yang dicanangkan secara nasional,” kata Kepala DInkes Kepri Tjetjep Yudiana saat kegiatan advokasi dan re-sosialisasi pelaksanaan imunisasi MR di Biz Hotel Batam, Kamis (27/9).
Ia memahami adanya penolakan dari masyarakat terkait pemberian vaksin tersebut.
Namun dalam hal ini, Tjetjep lebih menitikberatkan pada akibat yang ditimbulkan dari penyebaran virus tersebut. Terutama jika tertular bagi ibu hamil. Akan berakibat fatal bagi kandungannya.
“Luar biasa akibatnya. Ini menimbulkan kecacatan bagi anak yang terlahir dengan terserang virus Rubella. Ada yang buta mata, tak bisa mendengar, jantung bocor, dan lainnya,” jelas Tjetjep.
Tjetjep melanjutkan, dengan dampak yang luar biasa itu juga berpengaruh pada biaya pengobatannya.
“Butuh biaya yang tak sedikit. Untuk satu kasus saja, bisa merogoh biaya Rp 300 juta sampai Rp 400 juta,” ungkapnya.
Hal yang senada disampaikan konsultan UNICEF untuk wilayah Riau-Kepri, Yufrizal Putra Candra. Ia mengatakan, harapan anak yang sudah terkena virus ini bisa dibilang tidak ada.
“Jangan berharap anak sembuh kalau sudah kena virus ini. Dampaknya pada anak ada yang katarak, tuli, jantung bocor, pengapuran di otak. Ada juga yang lumpuh. Bagi ibu hamil, bisa keguguran,” kata Yufrizal.
Saat kegiatan sosialisasi pelaksanaan imunisasi MR di Tanjungpinang beberapa waktu lalu, pihaknya juga melibatkan orangtua yang anaknya terkena virus ini.
Dari enam orang yang mereka temui, hanya empat di antaranya yang bersedia memberikan testimoni, dampak penyebaran virus Rubella.
“Dari empat orang itu, dua orang dengan anak yang terkena virus ini, dua lagi yang hamil, tapi keguguran. Dari enam kali hamil, hanya dua anaknya yang jadi. Karena ibunya kena Rubella,” kata Yufrizal.
Sementara itu, Sektretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kepri, Edi Safrani mengatakan, berdasarkan fatwa MUI Pusat pihaknya sudah meneruskan informasi ke MUI di kabupaten/ kota di Kepri. Kalau di Kepri, pemberian vaksin Rubella tetap lanjut.
“Dasarnya karena darurat kesehatan. Campak dan Rubella ini memang bukan sesuatu yang gawat sampai mematikan. Tapi virusnya membahayakan, bisa mewabah. Karena penularannya lewat udara. Bagaimana generasi berikutnya kalau sudah terkena virus. Ini yang dikhawatirkan,” kata Edi kepada wartawan, Kamis (27/9).
“Dari kami di MUI, juga menyampaikan informasi soal ini ke media, lanjutkan imunisasi. Walaupun masih banyak yang meragukan, tapi masih ada celah daruratnya dari sisi kesehatan. Mungkin ini yang kurang tersosialisasikan dengan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, dari komisi fatwa MUI Batam, Lukman Rivai mengatakan, pihaknya tetap pada keputusan MUI pusat.
Diakuinya memang perlu ada pertemuan lagi dengan pihak-pihak terkait, seperti MUI, dari perwakilan Kementerian Kesehatan dan tokoh-tokoh masyarakat membahas soal imunisasi MR.
“Terutama soal apa ukuran darurat itu. Masih ada yang mempertanyakan ukuran darurat. Untuk meyakinkan, data-data yang ada bisa jadi pertimbangan,” kata Lukman.
Terkait keputusan boleh atau tidaknya imunisasi MR ini, Lukman mengembalikannya kepada individu masing-masing.
Diketahui, kegiatan sosialisasi itu melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kepri, MUI Kota Batam, dokter spesialis anak, Dinas Kesehatan Kota Batam, pihak sekolah dan puskesmas yang ada di Kota Batam.
Selain itu juga menghadirkan pasien penderita Rubella. (SR01)