PEKANBARU, SERUJI.CO.ID – Kakanwil Kemenag Riau Drs H Ahmad Supardi MA, mengatakan tidak ada larangan bagi muslim di daerah itu untuk menggunakan pengeras suara waktu adzan.
“Kebijakan ini sesuai dengan Instruksi Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI Nomor: Kep/D/101/1978 dan Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor: B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/3028,” kata Ahmad Supardi di Pekanbaru, Senin (3/9).
Ahmad menyampaikan itu terkait banyaknya pertanyaan masyarakat melalui telpon dan media sosial yang bahkan menjadi viral di medsos serta menimbulkan polemik di media sosial dan masyarakat, tentang penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan musholla.
Menurut Ahmad, instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut jelas tidak melarang penggunaan pengeras suara untuk adzan di masjid, langgar, dan mushalla.
Instruksi tersebut, katanya lagi, bahkan mempersilahkan adzan dengan pengeras suara sekuat kuatnya, karena hal itu adalah pemberitahuan waktu shalat dan mengajak umat untuk melaksanakan shalat. Tentunya dengan suara yang merdu, fasih, dan menyejukkan.
“Untuk umat beragama di luar pemeluk agama Islam yang kebetulan tinggal di sekitar masjid, langgar, dan mushalla, diminta untuk dapat memahami dan merasa tidak terganggu dengan suara adzan tersebut, karena ini adalah bahagian dari ajaran agama Islam yang telah membudaya dan mendarah daging bagi umat Islam, dalam rangka memberitahu waktu shalat telah tiba dan sekaligus mengajak umat untuk melaksanakan shalat dan meraih kemenangan,” katanya.
Instruksi ini, katanya menekankan, ditujukan pada daerah perkotaan seperti ibukota negara, provinsi, dan kabupaten dan kota yang penduduknya sangat heterogen dari sisi agama, budaya kerja, adat dan tradisi, serta lain sebagainya
Sedangkan daerah perdesaan yang penduduknya homogen atau bahkan satu kampung itu hanya dihuni umat Islam, maka dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan tradisi masyarakat setempat.
Aturan dalam instruksi ini secara umum mengatur penggunaan pengeras suara saat pelaksanaan adzan, tilawah Al-Qur’an menjelang shalat, pengajian dan upacara hari besar Islam adalah pengeras suara luar digunakan untuk adzan sebagai penanda waktu shalat.
Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara. Mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara.
Penggunaan pengeras suara saat waktu shalat shubuh, yakni sebelum subuh boleh menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Pembacaan Al Quran hanya menggunakan pengeras suara keluar. Adzan waktu subuh menggunakan pengeras suara ke luar. Shalat subuh, kuliah subuh, dan lainnya menggunakan pengeras suara ke dalam saja.
Selain itu penggunaan pengeras suara pada waktu Ashar, Maghrib dan Isya adalah bahwa lima menit sebelum adzan dianjurkan membaca Al Qur’an. Adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam. Sesudah Adzan, hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.
Untuk waktu sholat Dzuhur dan Jumat, bahwa lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu jum’at diisi dengan bacaan Al Qur’an yang ditujukan ke luar, demikian juga suara adzan. Shalat, doa, pengumuman, khutbah, menggunakan pengeras suara ke dalam.
Pada waktu takbir, tarhim dan Ramadhan, maka takbir Idul Fitri dan Idul Adha dengan pengeras suara ke luar.
Tarhim doa dengan pengeras suara ke dalam dan tarhim dzikir tidak menggunakan pengeras suara. Saat Ramadhan siang dan malam hari, bacaan Al Quran menggunakan pengeras suara ke dalam.
Berikutnya waktu upacara hari besar Islam dan pengajian, dan tabligh hanya menggunakan pengeras suara ke dalam, kecuali pengunjungnya meluber ke luar masjid.
Ia berharap supaya aturan ini dapat dilaksanakan oleh pengurus masjid, langgar, dan musholla dengan sebaik baiknya serta tidak mengait-ngaitkannya dan membenturkannya dengan politik praktis, sebab aturan ini telah dibuat 40 tahun yang lalu atau sejak tahun 1978. (Ant/SR01)