PEKANBARU, SERUJI.CO.ID – Kenaikan harga bahan baku kedelai impor akibat menguatnya kurs dolar AS membuat sejumlah perajin tahu di Kota Pekanbaru, Riau, menerapkan sejumlah strategi untuk menyiasatinya.
Sukayat, seorang perajin di sentra pembuatan tahu di Jl. Sigungung, Kota Pekanbaru, Sabtu (8/9), mengatakan harus menyiasati dengan membuat tahu yang lebih tipis dari biasanya.
“Tahu jadi lebih tipis karena dari satu karung kedelai dari biasanya dijadikan 17 kaleng tahu, sekarang dipaksakan untuk jadi 18 kaleng,” kata pria 45 tahun ini.
Perajin biasanya membeli satu karung kedelai seberat 50 kilogram dengan harga sekitar Rp365 ribu, atau Rp7.300 per kilogram (Kg). Namun kini harganya sudah mencapai Rp390 ribu per karung, atau Rp7.800 per Kg. Satu karung kedelai impor normalnya bisa menjadi 17 kaleng tahu dengan kapasitas 25 kilogram. Kini dipaksakan menjadi 18 kaleng.
“Tapi harganya tetap satu kaleng Rp40 ribu. Kita belum berani menaikkan harga karena takut kehilangan pelanggan,” katanya.
Mayoritas perajin di sentra tahu menjadi distributor untuk pedagang eceran di pasar-pasar tradisional. Mereka belum berani menaikkan harga karena persaingan sesama perajin sangat ketat, sedangkan pasar untuk bahan makanan itu untuk kalangan menengah ke bawah.
“Kalau kita sendiri yang menaikkan harga, tapi yang lain masih tetap, otomatis kita kehilangan pelanggan. Kita juga kasihan kalau warga harus bayar mahal untuk beli tahu, karena yang beli ini kan lebih banyak orang kecil,” kata Jumino (47), perajin tahu lainnya.
Ia mengatakan tidak semua perajin mengurangi kualitas tahu karena harga kedelai terus bertahan tinggi. Meski begitu, ia mengakui kondisi kenaikan harga kedelai ini tidak seperti biasanya karena sudah terjadi sebelum perayaan Idul Fitri tahun ini.
“Biasanya harga kedelai naik sebelum Lebaran, tapi kemudian turun lagi. Kita juga bertanya-tanya ke penjual kenapa bisa seperti ini, dan mereka jawab karena ini kedelai impor yang pengaruh harganya karena dolar naik terus,” katanya.
Jumino mengatakan strategi lainnya adalah memilih untuk mengurangi laba ketimbang mengurangi kualitas tahu. Biasanya, setiap perajin bisa mendapat untung Rp50 ribu per kaleng tahu yang diproduksi, namun kini terpaksa dikurangi daripada kehilangan pelanggan.
Perajin tahu lainnya, Sulistiono (38), mengatakan harga jual tahu masih akan bertahan sama asalkan tidak terjadi kenaikan lainnya yang bisa membebani biaya produksi, seperti apabila harga bahan bakar minyak (BBM) naik.
“Selama harga BBM tidak naik, perajin masih bisa menahan tidak menaikan harga jual tahu. Tapi kalau BBM naik juga, terpaksa harga kita sesuaikan karena biaya produksi lainnya selain bahan baku juga bertambah,” katanya. (Ant/SR01)