PEKANBARU, SERUJI.CO.ID – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengkritik cara kepolisian lewat Densus 88, menangani dugaan jaringan teroris di kampus Universitas Riau (UNRI), yang dilakukan dengan cara penggerebekan oleh petugas kepolisian bersenjata laras panjang yang menyerbu masuk ke dalam kampus UNRI.
“Kampus, parlemen, rumah sakit adalah di antara tempat yang harus bersih dari senjata. Apalagi senjata laras panjang. Siapapun termasuk mahasiswa dan dosen dilarang membawa senjata mematikan. Karena ini tempat orang bicara tanpa ancaman kekeraaan fisik. #SaveKampus,” kata Fahri lewat akun twitternya, Sabtu (2/6).
Menurut Fahri, Polisi tidak perlu menampakkan pasukan bersenjata dan laras panjang masuk kampus, karena ada cara lain yang bisa dilakukan jika memang diduga ada teroris bersejata di Kampus UNRI.
“Kenapa tidak kirim intel? Kenapa tidak ditangkap di luar kampus? Apakah mereka bikin markas teroris di kantor menwa? Kenapa senang menampakkan pasukan bersenjata dan laras panjang masuk kampus? Ini Polri atau kompeni? #SaveKampus,” ujarnya.
Fahri mengatakan bahwa bila cara-cara penanganan teroris menghalalkan segala cara, maka tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Headline kita hari ini adalah #KampusSarangTeroris. Kalau cara kerja tujuan boleh menghalalkan segala cara. Maka tunggulah masalah takkan kunjung selesai. Karena demarkasi tak ada lagi dan semua dianggap boleh asalkan mencapai tujuan dimaksud. #SaveKampus
— #2019HayyaAlalFalah (@Fahrihamzah) June 2, 2018
Fahri berharap agar pihak UNRI diberi kesempatan untuk melakukan penyelidikan atas kejadian penggerebekan tersebut, dengan ditanggapnya terduga teroris di kampus UNRI.
“Kampus harus menyiapkan tim khusus untuk melakukan penyelidikan sendiri. Jangan biarkan suasana kampus mencekam dan dipenuhi ketakutan. Jangan biarkan mahasiswa terutama aktifis Islam menjadi terasa dalam ancaman. #SaveKampus,” harapnya.
Fahri juga menceritakan bagaimana dahulu ia semasa menjadi aktivis Mahasiswa membiasakan berdialog dengan pimpinan kampus terkait berbagai persoalan di kampus, termasuk dengan adanya berbagai kecurigaan penguasa terhadap kegiatan mahasiswa.
“Dulu, zaman gelap orde baru, kalau negara curiga kepada kampus, pihak kampus yang ditanya. Lalu kami dipanggil. Aku selalu senang bicara pada orang tua kami di kampus. Kami saling kenal luar dalam. Namanya dosen dan mahasiswa. #SaveKampus,” ungkapnya.
Pada masa itu, lanjut Fahri, ada semacam kesepakatan antara aktivis dengan rektorat dan dekanat agar secara bersama menjaga kebebasan kampus. “Aparat tidak boleh masuk kampus, apalagi membawa senjata dan menodongkannya. Semua diselesaikan dengan dialog,” tuturnya.
Ditegaskan oleh Fahri, negara harus dikelola dengan kecerdasan yang memadai, agar yang kecil tidak menjadi besar, dan yang besar diabaikan menjadi anarki yang tidak tertangani.
“Negara harus dikelola dengan kecerdasan yang memadai. Otak mini merusak iklim negara,” tegasnya.
Negara harus dikelola dengan kecerdasan yang memadai. Otak mini merusak iklim negara. Apa yang biasa menjadi kacau. Soal kecil menjadi besar dan yang besar diabaikan menjadi anarki yang tak tertangani. Inikah suasana kampus kita sekarang. #SaveKampus
— #2019HayyaAlalFalah (@Fahrihamzah) June 2, 2018
“Memang, bangsa kita sedang dipimpin oleh akal yang kurang sehat. Kegagalan dianggap prestasi dan semua menyembah mediokrasi. Ini krisis yang akan segera berakhir. Insya Allah cahaya akan datang sebentar lagi. Amin. #SaveKampus,” pungkas Fahri.
(ARif R/Hrn)
kampus kok jadi tempat simulasi game battlefield 5. kurang kerjaan.
Pahri yo mantap
100 untuk bg fahri
Kalau udah anak atau istrimu yg jadi korban teroris mungkin baru akalmu akan lurus ….. manusia yg tak pernah menggargai kerja orang lain
manusia sampah…..tempat yang cocok ya di tempat sampah …
Bukannya kampus hrs steril dr kepolisian dan apapun yg ada hubgnya dg itu??
Betul kalau tdk ada tindak kriminal ……kalau ada yg ditindak oleh kepolisian