
JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menanggapi perseteruan soal impor beras antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Fahri menilai persoalan beras bukan hanya sekadar produk pertanian, tapi juga komoditas politik. Sebab, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu.
“Oleh karenanya beras tidak hanya komoditas ekonomi tapi juga komoditas politik, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu,” tulis Fahri dalam salah satu rangkaian kultwit lewat akun Twitter miliknya @Fahrihamzah, Rabu (19/9).
Oleh karenanya beras tidak hanya komoditas ekonomi tapi juga komoditas politik, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu, ruang abu abu impor ada pada krn adanya kewajiban cadangan pangan pemerintah. Baik pusat maupun daerah, disinilah data dimainkan.
— #KopiRevolusi (@Fahrihamzah) September 19, 2018
Menurut Fahri, beras bagi masyarakat Indonesia bukan sekedar produk pertanian saja. Fungsinya sebagai makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia itu juga menjadi simbol stabilisator politik, stamina rakyat, bahkan kekuasaan suatu rezim.
Fahri pun mengaitkan persoalan beras sebagai bahan pangan dengan pertahanan negara.
“Ini bukan soal angka statistik, tapi ini adalah politik ekonomi pangan, dan lebih dari ekonomi politik, pangan dalam hal ini beras membawa pengaruh bagi pertahanan negara. Ketidakpastian beras dalah ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional,” tulisnya.
Polemik beras itu terjadi setelah ada perbedaan keterangan yang mengemuka antara Buwas dan Enggar soal impor 2 juta ton beras.
Buwas mengklaim pihaknya tak perlu impor hingga Juni 2019 dan menyatakan ketersediaan gudang Bulog masih cukup.
Buwas pun menolak impor beras lantaran gudang penyimpanan sudah penuh. Buwas bahkan sempat ‘menyemprot’ Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita lantaran pernyataannya yang menyebut penuhnya gudang untuk menampung beras bukan urusan Kementrian Perdagangan.
Baca juga: Buwas Tegaskan Bulog Tak Impor Beras hingga Juni 2019
Bagi Fahri, perdebatan itu justru menimbulkan persepsi soal dugaan celah kebijakan cadangan pangan dengan permainan data baik di tingkat pusat maupun daerah.
Fahri mengatakan sesuai peraturan perundang-undangan maka kebijakan impor beras harus berpijak pada kecukupan produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah yang kurang. Dia pun mempertanyakan data yang dimiliki pemerintah terkait cadangan pangan.
UU mempersyaratkan impor pangan diizinkan apabila kecukupan produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang, Problemnya apakah produksi dan cadangan pangan pemerintah surplus atau minus? di pihak pemerintah sendiri data tak pernah padu. #MafiaImport
— #KopiRevolusi (@Fahrihamzah) September 19, 2018
Menurut Fahri, pembukaan keran impor beras bakal menimbulkan keresahan bagi petani. Ini juga berpengaruh terhadap kedaulatan pangan negara.
Sebagai penutup, Fahri mengingatkan Presiden Joko Widodo lebih berhati-hati dalam menjalankan kepemerintahan.
“Jangan main-main soal perut rakyat. Biar pejabat petugas berantem, tetap waspada. Mari dorong keterbukaan, ada apa di balik simpang siur ini. Waspada pak @jokowi ada tikus mati di lumbung padi. Selamat pak Buwas pemberani!,” tutup Fahri dalam kultwitnya.
Selamat tidur kawan2 dan jangan main2 soal perut rakyat. Biar pejabat petugas berantem, tetap waspada. Mari dorong keterbukaan, ada apa di balik simpang siur ini. Waspada pak @jokowi ada tikus mati di lumbung padi. Selamat pak Buwas pemberani!
— #KopiRevolusi (@Fahrihamzah) September 19, 2018
Berikut isi kultwit lengkapnya:
“Sebelum tidur, Gak bisa tidur mikirin permainan #ImportBeras oleh #MafiaImport yg katanya sudah jera. Saya twit menjawab pertanyaan bahwa jika Bulog dalam menentukan besaran cadangan pangan pemerintah berdasarkan penyerapan gabah petani. Kalau kemendag dengan apa ya?”
“Tapi satu hal yg harus dicatat tebal, sejarah mengajarkan bahwa beras sejak era kerajaan hingga era republik bukan hanya sekedar produk pertanian, tapi ia juga stabilisator politik kekuasaan. Beras beras adalah soal politik dan daya tahan, stamina rakyat dan kekuasaan.”
“Oleh karenanya beras tidak hanya komoditas ekonomi tapi juga komoditas politik, politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu, ruang abu abu impor ada pada krn adanya kewajiban cadangan pangan pemerintah. Baik pusat maupun daerah, disinilah data dimainkan.”
“UU mempersyaratkan impor pangan diizinkan apabila kecukupan produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang, Problemnya apakah produksi dan cadangan pangan pemerintah surplus atau minus? di pihak pemerintah sendiri data tak pernah padu. #MafiaImport”
“Terjadi perbedaan antara kementan, bulog dengan kemendag, menteri yg bertugas menjaga produksi, otoritas yg bertugas sebagai pembeli dr hasil produksi masyarakat, dan menteri yg berdagang padahal sebetulnya bertugas dengan pertimbangan kepentingan nasional.,”
“Ini bukan soal angka statistik tapi ini adalah politik ekonomi pangan, dan lebih dari ekonomi politik, pangan dalam hal ini beras membawa pengaruh bagi pertahanan negara. Ketidakpastian beras adalah ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional. Ini serius.”
“Pangan berpotensi menjadi ancaman non tradisional dan non kovensional bagi pertahanan negara. Bukan hanya dalam masalah ketersediaan. Tapi juga dalam perang dagang komoditas. Karena itu isu #ImportBeras dan #MafiaImport ini dapat dikategorikan kepada isu keamanan nasional.”
“”Pemaksaan pembukaan kran impor pangan akan membawa kenaikan inflasi, keresahan petani dan runtuhnya kedaulatan pangan. Ini menunjukan rapuhnya kedaulatan nasional akibat bolongnya pertahanan negara nir militer. Entahlah kita sedang bertahan? Menyerang atau bunuh diri?””
“Selamat tidur kawan2 dan jangan main2 soal perut rakyat. Biar pejabat petugas berantem, tetap waspada. Mari dorong keterbukaan, ada apa di balik simpang siur ini. Waspada pak @jokowi ada tikus mati di lumbung padi. Selamat pak Buwas pemberani!”
(SR01)