Instruksi PNS Wajib Nyoblos Dinilai Berlebihan

212
Jari dengan tanda tinta usai mencoblos dalam Pilkada (ilustrasi)

PEKANBARU, SERUJI.CO.ID – Pengamat politik dari Universitas Riau, Hasanudin menilai Pemerintah Kota Pekanbaru sangat berlebihan dengan menerbitkan surat edaran wali kota tentang instruksi wajib “mencoblos” bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas di lingkungan pemerintah setempat.

“Iya, (surat) itu terlalu berlebihan dan bisa melanggar hak konstitusional aparatur sipil negara mengenai jaminan keamanan, sehingga merasa diintai ketika melakukan hak politik mereka,” kata Hasanudin di Pekanbaru, Kamis (21/6).

Hasanudin menanggapi surat edaran Wali Kota Pekanbaru No. 800/BKPSDM-PKAP/1282 perihal permintaan data PNS dan tenaga honorer lepas (THL) yang menggunakan hak pilih pada Pilkada 2018.

Loading...

Ada tiga poin dalam surat tersebut, yang intinya mewajibkan PNS dan THL menggunakan hak pilih pada Pilkada serentak pada 27 Juni, menyampaikan data pemilih di tiap organisasi perangkat daerah yang menggunakan hak pilih, dan melampirkan bukti berupa foto diri saat berada di tempat pemungutan suara (TPS).

Semua data tersebut dikumpulkan ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Pekanbaru.

Baca juga: Walikota Pekanbaru Terbitkan Surat Edaran Wajib “Nyoblos” Bagi ASN dan THL

Menurut Hasanudin, keikutsertaan PNS dan THL dalam pesta demokrasi adalah hak setiap warga negara dan bukan kewajiban. Surat edaran berisi instruksi tersebut, lanjutnya, seperti ada unsur menekan para abdi negara untuk tujuan tertentu.

“Ada hal yang menekan kepada PNS untuk merasa terancam, dengan harus menunjukan TPS mana dia menyoblos. Itu semacam kontruksi untuk mengetahui mereka memilih siapa dan dimana,” tuturnya.

Selain itu, ia mengatakan pemerintah juga sudah menetapkan tanggal 27 Juni sebagai hari libur nasional yang tujuannya adalah untuk memudahkan orang menggunakan hak pilihnya, untuk memberi kebebasan kepada warga negara dalam menentukan pilihannya, tanpa merasa diintervensi pihak mana pun.

Hasanudin menilai, surat instruksi tersebut juga tidak tepat sebagai cara untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilihan Gubernur Riau 2018.

“Kalau dalam rangka ingin meningkatkan partisipasi publik, seharusnya dilakukan sejak lama untuk menimbulkan kesadaran menggunakan hak pilih. Bukan dengan mengeluarkan surat edaran seperti itu,” imbuhnya.

Provinsi Riau merupakan salah satu dari 177 daerah yang akan melangsungkan Pilkada pada tahun ini, tepatnya Pemilihan Gubernur Riau.

Ada empat calon gubernur yang akan bersaing, antara lain Syamsuar-Edy Nasution pada nomor urut 1, Lukman Edy-Herdianto pada nomor urut 2, Firdaus-Rusli Effendi pada nomor urut 3, dan Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno pada nomor 4. Calon gubernur Firdaus merupakan Wali Kota Pekanbaru nonaktif, yang cuti dari jabatannya untuk maju di Pilgub Riau.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, M. Noer menjelaskan instruksi wali kota tersebut bertujuan agar PNS memanfaatkan hari libur untuk “mencoblos” bukan justru berlibur atau bersenang-senang pada 27 Juni 2018.

“Tanggal 27 Juni besokkan libur resmi khusus Pilkada, bukan untuk ASN pergi jalan-jalan, melainkan mencoblos. Maka kita keluarkan instruksi dan sanksinya, bisa berbentuk teguran lisan, teguran tertulis dan pemotongan insentif,” ujarnya.

Menurut M. Noer, kehadiran ASN dan THL harus dibuktikan dengan mengirim foto jari kelingking bertinta setelah “nyoblos” dan foto TPS tempatnya.

“Foto tersebut harus dikirim ke grup WhatsApp OPD masing-masing,” ujarnya. (Ant/SR01)

Langganan berita lewat Telegram
loading...
Loading...
loading...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

BERITA PILIHAN
[vc_row tdc_css="eyJwaG9uZSI6eyJkaXNwbGF5Ijoibm9uZSJ9LCJwaG9uZV9tYXhfd2lkdGgiOjc2NywiYWxsIjp7ImRpc3BsYXkiOiIifX0="][vc_column width="2/3"]

TERBARU

[/vc_column][vc_column width="1/3"][/vc_column][/vc_row]