JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Dr Diana Tabrani Rab, korban persekusi 25 Agustus 2018 di Pekanbaru didampingi Hj Azlaini Agus dan sejumlah aktivis dari Riau, Selasa (25/9), mengadukan kasus yang menimpa dirinya ke Komnas HAM RI.
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir korban persekusi lainnya, Ustadzah Neno Warisman bersama Tim Advokasi Korban Persekusi Tagar Ganti Presiden (GP) 2019.
Turut hadir lainnya, Divisi Hukum Tagar GP2019 Juju Purwantoro, Jubir Tagar GP2019 Mustafa Nahrawardaya, Presidium Tagar GP2019 Abdullah Alkatiri, Ketua Pantia Deklarasi GP2019 Tangerang Selatan, Suparman, juga Ustadz Abu Jibril dan beberapa lainnya dalam agenda pengaduan dan permohonan audio si tentang pelanggaran HAM.
Rombongan langsung diterima Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik beserta sejumlah stafnya.
Dalam kesempat itu dr Diana dan Ustadzah Neno Warisman menguraikan pengalamannya diblokir aparat di mobil selama 6,5 jam di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru sebulan lalu.
Selain dr Diana dan Neno, kemarin hampir semua anggota advokasi Tagar GP2019 diberi kesempatan mengemukakan kesaksian mereka.
Kemudian Mustafa Nahrawardaya mengungkapkan kasus per kasus persekusi dengan menggunakan audio dan video.
Menurut Mustafa, model persekusi yang dilakukan terhadap deklarasi nyaris sama di banyak tempat. Sekitar belasan sampai puluhan orang melakukan aksi penolakan, berteriak-teriak, membakar ban dan itu seperti dibiarkan oleh aparat keamanan yang berjaga-jaga di lokasi. Namun apabila dilakukan pihak yang pro aksi Tagar GP2019 aparat keamanan langsung reaktif, dan selalu pula melakukan tindakan kasar, ancaman, bahkan kekerasan.
“Tindakan hampir serupa nyaris terjadi di setiap tempat kami ingin melakukan deklarasi, seperti di Batam, Pekanbaru dan daerah-daerah lain-lain, termasuk terakhir di Tangerang Selatan Ahad lalu,” katanya.
Dari berbagai kasus persekusi yang terjadi ini, menurut Mustafa, oknum-oknum yang semula diduga sipil murni ternyata kemudian hari diketahui mereka adalah orang-orang elit di beberapa Polsek, seperti di Surabaya dan daerah Jawa lainnya.
Kemudian Azlaini Agus dan Suparman, ketua panitia pelaksana sekaligus korban persekusi terakhir tagar GP2019, juga menyampaikan kesaksiannya.
Suparman menceritakan bagaimana dia diperlakukan dengan kasar di Tangerang Selatan. Ia sempat ditangkap, tangan kanan kirinya dicengkram dan diapit dua petugas. Lalu lehernya cekik dari belakang oleh aparat lainnya.
Neno Warisman mengemukakan, mereka para korban persekusi dan Tim Advokasi Tagar HP2019 sebetulnya sudah lama merencanakan beraudiensi dan mengadukan kasus-kasus persekusi ini ke Komnas HAM.
“Kami menyiapkan diri dulu. Kami perhitungkan masak-masak. Selagi kami bisa tahan kami bertahan dulu. Saya tidak mau mengulang menceritakan lagi karena sudah tahu semua secara gamblang,” ujar Neno.
“Untuk itu kami ingin bertanya kepada Bapak,” lanjut Neno pada Damanik, “apakah permohonan kami dalam peristiwa persekusi ini dapat Bapak lanjutkan ke tahap berikutnya? Ke DPR, atau dewan HAM PBB?”
Namun begitu, tambah Neno, dia dan kawan-kawan masih berkeyakinan Komnas HAM cinta pada negeri ini, sayang pada NKRI. Oleh karena itu punya keinginan untuk memperbaiki kerusakan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat atau elit pejabat atau orang-orang yang sejatinya memberikan keamanan dan kenyamanan hidup warga negara.
Menanggapi hal itu, Ketua Komnas HAM mengungkapkan dirinya ingin agar tidak ada lagi persekusi.
“Kita tidak mencampuri urusan pilihan politik. Alangkah baiknya kalau aksi dukung-mendukung calon presiden dilakukan secara damai, meskipun yang menggelar acara berbeda pilihan,” ungkap Ketua Komnas HAM. (SR01)